Standarisasi Tata Usaha Sekolah, sebuah urgensi
Judul: Standarisasi Tata Usaha Sekolah, sebuah urgensi
Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian TATA USAHA / SCHOOL ADMINISTRATION.
Nama & E-mail (Penulis): Giri Cahyono
Saya Staf Administrasi di MAN Serpong
Topik:
Tanggal: 28 Januari 2008
Secara tidak sengaja, penulis diberi kesempatan untuk menjadi tanaga Tata usaha di sebuah Madrasah. Dibilang tidak sengaja, karena semula penulis berkeinginan untuk menjadi guru eksak. Apalagi jumlah guru eksak di madrasah tempat penulis bekerja sangat kurang dari kebutuhan. Namun karena belum mempunyai akta IV, maka "terpaksa" menjadi staf TU Madrasah tersebut. Walaupun begitu, penulis tetap sempat mengajar pada sejumlah mata pelajaran eksak. Hal ini memang sesuai dengan kualifikasi non formal dari penulis yang merupakan pengajar eksak pada sejumlah bimbel di selatan jakarta. Hebatnya (atau bodohnya?) saat penulis ditawai untuk menjadi guru, beberapa tahun kemudian, penulis menolak dengan alasan tertarik untuk mendalami karakteristik Tata Usaha.
Karakteristik fungsi TU Madrasah
Berdasarkan pengamatan penulis dari sejumlah madrasah di kabupaten Tangerang diperoleh gambaran kerja Tu madrasah mirip seperti yang diuraikan oleh Muhammad Yasin. Yaitu
1. Fenomena ketidak jelasan pembagian tugas dan tanggung jawab dari setiap staf TU. Istilah mereka : pekerjaan kolektif. Ada kelebihan dan kekurangan tentu saja. Kelebihannya adalah setiap staf kemungkinan memiliki semua keahlian Tata Usaha Sekolah. Kelemahannya adalah masalah tanggung jawab siapa kalau pekerjaan tidak selesai atau bermasalah. Sayangnya, kerja kolektif dari pegawai Tata Usaha
2. Ketidak jelasan perbedaan pemahaman TUPOKSI antara guru dan Tata Usaha, sebagai awal pemicu banyak kekisruhan konflik guru dan Tata Usaha di sekolah. Sampai saat ini masih ada sekolah/madrasah yang menganggap tugas guru hanya mengajar, sementara selain mengajar adalah tugas Tata Usaha. fenomena tata Usaha sebagai pelayan Guru, juga memperkuat peluang konflik guru - TU. Apalagi dengan masih terbatasnya kemampuan sejumlah guru dalam menggunakan komputer menyebabkan guru "menyerahkan" semua tugas yang sebetulnya masih TUPOKSI nya kepada TU.
3. Perbedaan Jam kerja Guru - Tata Usaha Pada sekolah menengah, terjadi kecemburuan, terutama pada level PNS guru dan PNS TU. Jam kerja guru yang relatif rendah dibanding TU, menjadi pemacu menurunnya motivasi kerja TU. Bayangkan, TU PNS bekerja 6 hari kerja, Guru PNS bisa 3 hari kerja. Maka fenomena TU ngobrol bisa ditemui (walaupun jarang ditemui di sekolah penulis). Hal ini belum termasuk perbincangan mengenai perbedaan jumlah jenis insentif guru yang jauh lebih banyak dibanding jumlah jenis insentif Tata Usaha
JALAN KELUAR PENYELESAIAN
Memperbaiki kualitas ketrampilan kerja Tata Usaha, seperti yang diuraikan oleh Muhammad yasin sangat baik sebagai penyelesaiannya. Namun sebetulnya yang efektif adalah bagaimana pemerintah membuat semacam buku petunjuk besar petunjuk pelaksanaan kerja Tata Usaha. Dalam buku ini mencakup semua bagian pekerjaan dalam Tata Usaha, termasuk contoh persuratan, organisasi. Dengan cara ini maka staf Tata Usaha dapat bekerja sambil belajar. maka solusi ini dapat menjadi solusi yang efektif dan efisien.
Dan tentunya semua itu dapat berjalan dengan baik jika pihak pemimpin sekolah, dalam hal ini kepala Tata Usaha dan Kepala Sekolah mampu bekerja sama dan berfungsi sesuai dengan tanggung jawabnya, termasuk menyelesaikan permasalahan konflik yang mungkin terjadi.
Dan yang terpenting adalah tidak perlu ada saling menyalahkan tugas dan pekerjaan antara Guru dan Tata Usaha, karena seberapa besar kesalahannya harus disikapi dengan arif, mengingat antara Tata Usaha dan Guru adalah sama - sama berjuang untuk memajukan pendidikan sekolah. (Walupun perhatian pemerintah saat ini lebih berfokus kepada Guru)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar