INTELEKTUALITAS DAN HATI NURANI
Judul: INTELEKTUALITAS DAN HATI NURANI
Bahan ini cocok untuk bagian FILSAFAT / PHILOSOPHY.
Nama & E-mail (Penulis): Rifka Nida
Saya Konsultan di Jakarta
Topik: humaniora
Tanggal: 19 Februari 2006
Kreativitas adalah bagian dari hidup. Proses kreativitas dimulai ketika seorang anak mulai mengeksplorasi diri dan lingkungannya sehingga nantinya ia akan menghasilkan suatu karya, apapun bentuknya. Apa yang terjadi ketika proses kreativitas itu terhambat atau bahkan dihambat? Tubuh akan terasa mati.
Yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah bahwa ia memiliki akal dan hati nurani. Akal berguna dalam proses intelektualitas-yang salah satu bentuknya adalah kreativitas-sedangkan hati nurani yang akan memberi nilai positif atau negatif pada hasil intelektualitas tersebut. Ketika proses kreativitas individu terhambat dan dihambat, maka fungsi intelektualitasnya pun terhambat, itulah alasan mengapa saya mengatakan 'tubuh akan terasa mati jika intelektualitas kita dihentikan.' Akan tetapi tidak selamanya penghentian proses intelektualitas itu berdampak negatif. Di sinilah peran hati nurani dalam melengkapi keutuhan individu sebagai manusia.
Banyak prestasi di muka bumi yang sepertinya lepas dari hati nurani. Sangat disayangkan memang. Akan tetapi, realitas yang terjadi seringkali harus berbenturan dengan hati nurani. Ketika suatu seni-yang merupakan buah proses intelektualitas-begitu diagungkan, maka sisi nurani akan tersingkir tanpa disadari.
Fenomena penafian hati nurani sendiri tidak hanya terjadi dalam seni (seperti yang telah disinggung pada paragraf sebelumnya), tetapi juga pada banyak perspektif kehidupan insani. Sebut saja politik, bisnis, kehidupan bermasyarakat, bahkan pada dunia akademisi yang notabene merupakan salah satu jalur penyambung tali hati nurani yang tampaknya hampir putus dari ikatan kehidupan dewasa ini.
Bukan tidak mungkin intelektualitas dan hati nurani berjalan beriringan. Justru dengan cara demikianlah peradaban manusia sebagai makhluk yang paling mulia tetap pada jalurnya yang beradab. Sama halnya dengan intelektualitas, sensitivitas hati nurani pun hendaknya dimulai sejak usia sangat dini. Menggunakan perspektif ini, maka seseorang baru dapat dikatakan individu seutuhnya hanya jika ia memiliki keduanya, intelektualitas dan hati nurani.
Saya Rifka Nida setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .
Sumber:Artikel-Artikel Pendidikan Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar